Kamis, 16 Februari 2012

Beribadah haruslah sesuai kemampuan

Maksut sesuai kemampuan itu seperti apa? Nah, ayo kita cari tahu dari qur'an & tafsir al-azhar. Ada setidaknya dua ayat yang bisa kita jadikan pijakan untuk mengetahui detail dari judul di atas. 






Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta'atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu... (QS.At-Taghabun 64 : 16)

"Dan dengarkanlah!"
Ini maksudnya supaya kita mendengarkan perintah Rasul, supaya jangan ada keraguan, jelas kaifiyat dan cara mengerjakannya. 
"Dan taatlah!"
Sesudah didengarkan baik-baik hendaklah dilaksanakan dengan baik-baik pula. Jangan mengurangi, menambah, apalagi merubah karena amalan bisa jadi tidak sah. 
"Dan belanjakanlah yang baik untuk dirimu!"
Ini artinya kita tidak boleh segan maupun enggan membelanjakan harta kita untuk menyempurnakan amalan dan ibadah.


Ayat ini masih bermunasabah dengan dua ayat sebelumnya, yang menjelaskan kalau harta dan anak mungkin menjadi musuh (ayat 14) juga kalau harta dan anak bisa membawa fitnah dan cobaan (ayat 15). Bukan berarti qur'an mencegah orang ragu mengurus harta benda dan anak-anaknya, melainkan menyuruh berhati-hati karena yang dituju ialah hidup yang diridhai Allah. Menurut Ibnu Katsir, maksudnya adakah mereka bersyukur dengan harta dan anak itu, atau adakah mereka akan durhaka. Begitulah halusnya didikan yang diberikan oleh ayat. Orang tidak langsung ditegur karena mencintai harta benda dan anak keturunan, cuma diingatkan kalau di sisi Allah ada pahala yang besar sehingga anak dan harta tidak akan menghalanginya menuju pahala yang disediakan Allah.

Kembali ke ayat 16. Di sini dijelaskan kalau semua amal ibadah itu membutuhkan tenaga, dan kita diharuskan mengerjakan baik dengan tenaga badan maupun tenaga harta kekayaan. Perintah agama tidaklah ada yang berat sehingga tidak dapat dipikul.
Di dalam tafsir Al-Azhar ada istilah tathawu' yaitu ibadah yang dikerjakan dengan sukarela kalau sanggup, yang kalau dikerjakan mendapat pahala dan tidaklah berdosa kalau kita tidak sanggup. Misalnya saja perintah puasa, yang wajib hanyalah puasa ramadhan saja, selebihnya kalau seorang muslim berpuasa pada hari senin dan kamis atau puasa daud (sehari puasa sehari tidak secara selang seling) itu dibolehkan asalkan sanggup. Misalkan jadi beban untuk kesehatan dan keuangan, tidaklah utama.






Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran , dan mereka tidak dianiaya. (QS. Al-mu'minun 23 : 62)

Pada ayat ini dijelaskan lagi oleh Allah bahwasanya menjadi seseorang yang beriman, pengikut Nabi, penegak kebenaran bukanlah perkara yang sukar. Asal mau maka tidak ada perkara agama yang berat tiada terpikul. Tuhan tidak mendatangkan suatu 'amar kalau tidak sesuai dengan diri manusia. Bekerja dan beramallah sekedar kekuatan tenagamau, jangan dikurangi dan jangan dilebihi. Karena mengurangi adalah kesia-siaan dan melebihi membawa kepayahan bahkan bisa menjadi bid'ah. Amatlah dalam pengaruh ayat ini, bujukan yang halus.

Kalau seseorang tak masalah mengeluarkan beratus ribu untuk beli kaos tapi sungkan menambah digit untuk membeli mukena misalnya, hal itu tentulah tidak pantas. Jadi malu sendiri, kadang saya begitu ringan membeli majalah ato novel tapi merasa berat membeli kitab untuk belajar. Dari sini, saya ( atau mungkin kita) belajar. :)


Tidak ada komentar :

Posting Komentar